Terbaru

MUI Sedang Menggodok Fatwa Limbah Ramah Lingkungan

MUIRancah- Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) kini tengah menggodok fatwa tentang limbah ramah lingkungan untuk menjadi pendorong bagi masyarakat dalam rangka menjaga alam sekitarnya.

Wakil Sekretaris Jenderal MUI Natsir Zubaidi di Pekanbaru, Senin (19/10/2014), menyatakan, sebagian masyarakat tidak peduli dan mengabaikan limbah rumah tangganya sehingga mencemari lingkungan.

“Kita ke depan meningkatkan kerjasama dengan setiap unsur terkait dengan penyelamatan lingkungan di negeri ini,” katanya.
Menurut dia, saat ini masyarakat cenderung kurang perhatian terhadap limbah lingkungan. Seperti di Jakarta, dia mencontohkan beberapa sungai yang salah satunya Kali Ciliwung yang menjadi sasaran yang tercemari oleh limbah rumah tangga.

Akibat dari perbuatan tersebut, yang tidak lain hanya akan merugikan masyarakat sendiri karena memperbesar peluang ancaman terhadap manusia.
Untuk itu, dia berharap dengan lahirnya fatwa tersebut dapat membantu untuk mendorong masyarakat meninggalkan kebiasaan buruk dengan mencemari lingkungan melalui limbah rumah tangganya.

Dia menjelaskan, sektor lingkungan saat ini sudah menjadi salah satu hal yang telah mengundang perhatian dari MUI.
Saat ini, katanya, MUI sudah berumur sekitar 60 tahun, dimana sebelumnya fokus lembaga tersebut masih terbatas dan didominasi pada sektor ibadah dan syariah.
Namun, sejak beberapa awaktu belakangan, terutama pada 2010, fatwa MUI sudah mulai mencakup berbagai isu yang menarik perhatian publik.

Hal tersebut menurut dia, disebabkan karena peduli lembaga tersebut yang tidak harus terfokus pada isu nasional, melainkan secara global.
Isu terkait dengan persoalan lingkungan memang menjadi perhatian masyarakat dunia. Persoalan pelestarian hutan, perlindungan satwa, kabut asap dan lainnya sejak beberapa waktu belakangan kerap mengganggu sosial masyarakat.

“Pernah duta Australia menemui MUI. Mereka menanyakan mengapa masyarakat indonesia mau membunuh satwa?” kata Natsir.
Pertanyaan tersebut menurut dia sebenarnya menjadi “pelecut” bagi masyarakat agar ikut berperan serta dalam melestarikan alam dan lingkungan.

Dengan begitu, maka MUI yang dibantu banyak lembaga yang bergelut dengan lingkungan untuk mengeluarkan fatwa Nomor 4/2014 tentang pelestarian satwa langka yang diterbitkan pada Januari.
Hingga saat ini, bersama sejumlah pihak, MUI terus melakukan sosialisai tentang fatwa tersebut. Sedikitnya, sudah dilakukan sebanyak tiga kali seperti di Ujung Kulon, Aceh dan Pekanbaru.

“Para pemangku kepentingan termasuk LSM sangat mendukung dengan fatwa ini,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, terkait isu lingkungan, selain tentang pelestarian satwa langka, MUI juga sudah mengeluarkan fatwa formalin dan pertambangan ramah lingkungan.

[mr/Antara/Islampos]

MUI Desak Usut Akun Facebook Penghina Rasul

Republika/Agung Supriyanto
MUIRancah-MUI Desak Usut Akun Facebook Penghina Rasul

Munculnya berbagai akun Facebook yang mencemaskan masyarakat Indonesia telah menuai kecaman dari berbagai pihak. Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa permaalahan ini sangat berbahaya dan harsu di usut tuntas.

"Ini adalah permasalahan yang sangat berbahaya sekali dan dapat memancing permusuhan. Maka dari itu, harus diusut tuntas,"ujar Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ma'ruf Amin, Kamis (16/10).

Ia berkata, suatu kelompok maupun komunitas yang melakukan penghinaan terhadap agama, mereka telah melakukan pelanggaran undang-undang  di Indonesia.

"Tentunya, hal ini akan menimbulkan konflik antara masyarakat dan sangat berbahaya untuk masyarakat, tak hanya muslim melainkan agama lainya pula," lanjutnya.

Ia menegaskan, umat Islam jangan sampai terpancing oleh ulah seperti itu, karena besar kemungkinan para pelaku menginginkan perpecahan dan permusuhan.

Oleh karena itu, serahkan penyelesaian masalah ini kepada pihak yang berwenang. Dimana, hal ini harus diusut tuntas sehingga, diketahui siapa pelakunya dan apa tujuannya.

"Saya kira, siapa pun pelakunya pasti dia orang yang membenci Islam sebagai agama terbesar dan mayoritas di Indonesia. Oleh karena itu, harus diselidiki mengapa mereka membencinya," tambahnya.

Ia menambahkan, pelakunya pun pasti berniat menimbulkan kemarahan dan keresahan umat Islam. Bahkan, agama lainya bisa menjadi sasaran dan dapat menimbulkan saling adu domba. Oleh karena itu, umat Islam harus tenang dan pemerintah harus bersikap tegas.

"Saya harap pemerintah segera mengusut tuntas masalah ini agar tidak semakin menyebarkan keresahan umat Islam. Dan, kita sebagai umat Islam jangan sampai main hakim sendiri, karena dapat menimbulkan perpecahan umat." tegasnya.

mr/rol

Fatwa MUI : Hukum Merokok

FATWA MEROKOK MUI :
Pertama, hukum asal merokok adalah khilaf (terjadi perbedaan pendapat) antara makruh dan haram. 
Kedua, merokok di muka umum (wilayah publik) hukumnya haram, 
Ketiga, merokok bagi wanita hamil hukumnya haram. 
Ke empat, merokok bagi anak-anak hukumnya haram. 
Kelima, merokok bagi pengurus MUI hukumnya haram.

Oleh: Akbarizan*

Dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se Indonesia di Padang Panjang Sumatera Barat tanggal 24-26 Januari 2009 telah dibahas masalah hukum merokok. Dalam Ijtima’ Ulama ini muncul perbedaan pendapat ulama tentang aktivitas merokok ini. Dalam konteks ini, banyak muncul perbedaan pendapat ulama yang mewakili masing MUI di Indonesia. Sebagaian menyatakan bahwa hukum merokok adalah haram secara mutlak, sebagian lain menyatakan makruh secara mutlak, dan sebagian lain adalah mubah secara mutlak..

Dari sidang-sidang yang berlansung, dapat dikatakan bahwa ulama yang berkumpul berusaha membahas secara serius untuk membahas mengenai merokok ini. Tidak ada kepentingan-kepentingan yang membonceng pembahasan ini. Pembahasan dilakukan dari dari berbagai sisi dan perspektif yang berbeda-beda. Ulama memilik idoim bahawa ”bukan ulama yang menentukan atau menetapkan hukum tetapi Allah lah yang menetapkan hukum, ulama hanyalah menggali dan menjelaskan hukum yang mungkin”.

 Di dalam tulisan ini, akan disampaikan bagaimana argumentasi (istidlal) tentang hukum merokok tersebut baik yang mengharamkan, memakruhkan atau yang memubahkan. Dalail syar’yyah yang dikemukakan oleh mereka yang berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh atau mubah, bukan haram dengan istidlal berikut; pertama, Allah swt. dan Rasul-Nya saw. tidak pernah menegaskan bahwa tembakau atau rokok itu haram. Kedua, hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang dengan tegas mengharamkan. Ketiga, sesuatu yang haram bukanlah yang memudlaratkan, dan sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau bermanfaat, dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau memudlaratkan. Keempat, tidak setiap yang memudlaratkan itu haram, yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu memudlaratkan atau tidak.

Cabe, daging kambing, gula, asap mobil, dll. juga memudlaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga memudlaratkan? Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak jenis ikan yang memudlaratkan di dalam laut tersebut, tetapi tetap halal walau memudlaratkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita telah mentaqyid hadits yang berbunyi "Yang suci airnya dan yang halal bangkainya". Kelima, Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba'its maka bawang juga termasuk khaba'its, mengapa rokok saja yang diharamkan sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan memasuki masjid)?

Keenam, hadits “La dlarara wala dlirar” masih umum, dan bahaya-bahaya rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing-masing. Ketujuh, boros adalah menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya, dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-harinya juga. Kedelapan, realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di pulau Lombok misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya dapat makan, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk Lombok tidak tahan hidup.

 Allah berfirman: "Katakanlah hai Muhammad: Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?" Kesembila, Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya melancarkan daya berfikir. Yang paling penting adalah haramnya khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok karena tidak ada nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan. Kesepuluh, rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan" karena ayat tersebut membicarakan hal lain.

Adapun ayat "Dan janganlah kamu membunuh dirimu" maksudnya adalah bunuh diri, maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya akan tetapi yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya tetapi bunuh dirinya. Kesebelas, banyak ulama' yang tidak mengharamkan rokok seperti : Syekh Syehristani, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh al-Sistani, Syekh Muhammad al-Salami, Syekh al-Dajawi, Syekh Alawi al-Saqqaf, Syekh Muhammad bin Isma'il, Syekh al- Ziadi, Syekh Mur'i al-Hanbali, Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Izzuddin al-Qasysyar, Syekh Umar al-Mahresi, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Hasan al- Syennawi, Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, Syekh Abdul-Ghani al- Nabulsi ra., Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani ra., Maulana Syekh Mukhtar ra., dll. Pendapat yang menyatakan bahwa merokok hukumnya haram berargumentasi sebagai berikut: pertama, merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 195 yang artinya: Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.

Dunia kedokteran telah membuktikan bahwa mengkonsumsi barang ini dapat membahayakan, jika membahayakan maka hukumnya haram. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. (An Nisa:5) Kedua, dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan.

Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berarti: Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak oleh membahayakan (orang lain)” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam 2340] Jadi, menimbulkan bahaya (dharar)dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta. Ketiga, dalil dari i’tibar (logika) yang benar, yang menunjukkan keharaman merokok adalah karena (dengan perbuatannya itu) si perokok mencampakkan dirinya sendiri ke dalam hal yang menimbulkan hal yang berbahaya, rasa cemas dan keletihan jiwa.

Orang yang berakal tentunya tidak rela hal itu terjadi terhadap dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisi dan demikian sesak dada si perokok, bila dirinya tidak menghisapnya. Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu meghalangi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang yang shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul di hadapan mereka. Karenanya, anda akan melihat dirinya demikian tidak karuan bila duduk-duduk bersama mereka dan berinteraksi dengan mereka. Keempat, pendapat ulama yang mengharamkan rokok, seperti dalam Mazhab Hanafi di antaranya Najmuddin az-Zahidi, Syekh Mahmud al-”Ini, Abu al-Hasan al- Mishri al-Hanafi, dan Muhammad al-Mar’isyi yang dikenal dengan nama Sajaqli Zadah. Dari Mazhab Maliki seperti Abd al-Malik al-Islami, Syekh Ibrahim Allaqqani, dan Syekh Khalid bin Ahmad al-Maliki. Dari mazhab Syafi’i seperti Syekh Najmuddin al-Ghazzi. Dari Mazhab Hanbali seperti Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Syekh Muhammad bin Ibrahim Mufti Arab Saudi. Kelima, nash umum merupakan dalil qath’i (dilalah qathi’ah).

Qaidah ini untuk menjawab pendapat yang menyatakan bahwa tidak ditemukan nash, baik di dalam Kitabullah ataupun Sunnah RasulNya perihal haramnya merokok. Nash-nash Kitabullah dan As-Sunnah terdiri dari dua jenis. Pertama, Satu jenis yang dalildalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidahkaidah di mana mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga Hari Kiamat. Kedua, satu jenis lagi yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada sesuatu itu sendiri secara langsung.

Dalil yang bersifat umum tersebut merupakan dalil qath’i. Masing-masing peserta Ijtima’ Ulama tidak dapat menyatukan dua argumentasi tersebut di atas. Masing-masing berpegang dengan keras terhadap argumentasi tersebut.

Akhirnya peserta Ijtima’ Ulama sepakat memutuskan beberapa hal. Pertama, hukum asal merokok adalah khilaf (terjadi perbedaan pendapat) antara makruh dan haram. Kedua, merokok di muka umum (wilayah publik) hukumnya haram, Ketiga, merokok bagi wanita hamil hukumnya haram. Ke empat, merokok bagi anak-anak hukumnya haram. Kelima, merokok bagi pengurus MUI hukumnya haram.

*Dr. H. Akbarizan MA., M.Pd.
Peserta Ijtima’ Ulama dan Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Pekanbaru

MUI : Kita Perlu Hijrah dari Narkoba

MUIRancah : Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah  mengajak kepada masyarakat untuk hijrah dari narkoba seiring dengan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1436 Hijriyah pada 25 Oktober nanti .

"Setiap hari setidaknya 6.000 jiwa melayang karena narkoba," ujar Wasekjen Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah Tambunan di Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan saat ini bisa dikatakan Indonesia dalam keadaan darurat.

"Bahaya narkoba tidak diragukan lagi. Untuk itu, kita perlu hijrah mental. Hijrah dari narkoba," kata dia.

Dia menjelaskan 1 Muharram terkait dengan hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah.

"Hijrah tidak hanya dimaknai secara tekstual tetapi secara subtansi, yakni terjadi perubahan mental masyarakat dari hal destruktif bahaya narkoba," kata dia.

MUI juga akan meluncurkan Gerakan Nasional Anti Narkoba (Ganas Annas) sebagai wadah gerakan bersama melawan narkoba pada perayaan Tahun Baru Islam di Gelora Bung Karno, 26 Oktober.

Panitia Peringatan Tahun Baru Islam 1436 H, M Azrul Tanjung, mengatakan peringatan itu akan dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional.

Koordinator acara, Cici Tegal, menjelaskan perayaan itu akan diisi sejumlah artis ternama seperti Kristina dan ulama-ulama kondang.

"Ini adalah salah satu prosesi Indonesia bebas narkoba," tukas Cici.

[muirch/antara]

MUI Tak Akan Keluarkan Fatwa Berhaji Cukup Sekali

MUIRancah -MUI Tak Akan Keluarkan Fatwa Berhaji Cukup Sekali
- Majelis Ulama Indonesia menyatakan tak akan mengeluarkan fatwa yang melarang umat Muslim melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, M. Chalil Nafis, Rabu 24 September 2014, menegaskan bahwa tidak perlu ada fatwa mengenai pembatasan umat muslim yang mampu dalam menunaikan ibadah haji. Karena memang sudah jelas hukum ibadahnya.

"Kan sudah jelas, haji itu hanya yang pertama yang wajib. Menteri Agama pun sudah tahu hukumnya untuk haji yang kedua, ketiga, dan seterusnya itu apa," ujar Chalil di Jakarta.

Meski begitu, ia menambahkan, MUI bersedia memberikan himbauan yang sifatnya tausiah untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa melaksanakan ibadah haji yang kedua, ketiga, dan seterusnya itu hukumnya tidak wajib.

Tausiah kepada masyarakat ini, menurut Chalil, diharapkan bisa membantu pemerintah dalam menangani pelaksanaan ibadah haji yang tiap tahun calon jamaahnya selalu meningkat. Daftar tunggu calon haji bahkan sudah sangat panjang karena kuota haji yang diberangkatkan setiap tahun memang terbatas.
Antrean Panjang
Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau agar masyarakat yang sudah menunaikan ibadah haji untuk tidak lagi mendaftar kembali pergi berhaji. Imbauan ini dilontarkan karena antrean haji saat ini sudah sangat panjang di beberapa provinsi.

"Ke depan, sebaiknya harus ada kebijakan bahwa haji itu diperuntukkan bagi orang yang belum pernah berhaji sama sekali. Jadi, haji itu cukup sekali saja," kata Lukman di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 17 September 2014.

Untuk itu, kata Lukman, diharapkan masyarakat yang sudah berhaji agar menahan diri dan memberikan prioritas kepada yang belum pernah berhaji. "Karena yang belum itu hukumnya wajib, sedangkan yang sudah itu kan sunnah saja, karena kewajibannya sudah gugur," kata Lukman.

Bahkan, pemerintah akan meminta fatwa MUI serta ormas agama lainnya agar kebijakan ini memiliki landasan hukum secara keagamaan. 

[muirancah/viva]

Putusan MUI 2012: Pilkada Langsung Sangat Banyak Mudharatnya

MUIRancah : Putusan MUI 2012: Pilkada Langsung Sangat Banyak Mudharatnya

Majelis Ulama Indonesia meniai Pemilihan Kepala Daerah sebaiknya dilakukan oleh DPRD. Pemilihan secara keterwakilan melalui DPRD dinilai bisa meminimalisir sisi negatif dari pemilihan langsung.

“MUI menilai dari mudharat dan mafsadah-nya,” ujar Ketua MUI, Kiai Ma’ruf Amin, di kantor MUI di Jakarta kepada Republika Online (ROL), Senin (12/9).

Kiai Ma’ruf menyatakan keputusan tersebut diputuskan pada ijtihad ulama MUI pada tahun 2012. Para mujtahid, menilai sisi negatif pemilihan langsung lebih banyak dari pada pemilihan keterwakilan. “Para kiai terbelah, ada pengelompokan antar tokoh masyarakat, belum lagi money politic, sehingga peserta rapat waktu itu mengangap mudharatnya lebih banyak,” ujar dia.

MUI mengimbau masyarakat agar mempercayai perumusan UU Pemilukada kepada DPR. “Kita serahkan saja kepada berwenang untuk membuat aturan,” ujar dia.

Kiai Ma’ru menilai, konsentrasi pembahasan MUI tidak terletak pada aspek demokratisasi, namun lebih mempertimbangkan mudharat dan mafsadah.

Dorongan perubahan mekanisme pilkada muncul dalam RUU Pilkada. Koalisi Merah Putih mendorong pilkada langsung diubah menjadi pilkada lewat DPR.

zn/republika

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. MUI Rancah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website
Re-Design by TsurayaMedia